Sabtu, 26 November 2011

Lebih Cepat dan Akurat Uji Nutrisi Pakan

Uji vitamin dengan analisa kimia memakan waktu sampai 3 hari, dengan NIRS hanya kurang dari 1 jam. Sayang harga alat penguji bahan baku pakan ini sangat mahal.
Ketepatan dalam memformulasikan pakan sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi industri pakan. Komposisi nutrisi pakan yang tepat dan seimbang sangat menentukan tercapai tidaknya target produksi peternakan maupun perikanan. Kondisi ini menuntut dukungan fasilitas dan alat penguji nutrisi pakan yang cepat, mudah, dan akurasi tinggi.
Proses uji analisa proksimat (kadar nutrisi) di laboratorium, dinilai sejumlah nutrisionis pakan memakan waktu terlalu lama. Seperti diungkapkan Purchasing Manager PT Indokom Samudera Persada, Ismit Saleh, hasil analisa proksimat dari sampel bahan baku pakan udang yang ia uji pada umumnya diperoleh dalam kurun waktu 1 minggu.
”Cukup lama untuk memperoleh hasil tersebut. Akibatnya bisa sering kecolongan oleh para pemasok bahan baku pakan. Kualitas bahan baku yang mereka pasok tak jarang di bawah standar,” tuturnya sedikit kesal.
Kondisi serupa juga dialami para peternak ayam petelur (layer) yang melakukan self-mixing (mengolah pakan sendiri). Seperti yang dilakukan oleh Heri Santosa – peternak layer asal Ciamis. Ia mengaku, selama ini sampel bahan baku pakan dititipkan ke pabrik pakan untuk diuji. ”Namun untuk memperoleh hasilnya bisa memakan waktu 2 bulan, padahal perputaran produksi pakan saya cukup cepat,” terang peternak ini kepada TROBOS medio Agustus lalu. 
Menjawab kendala itu, kini telah hadir alat yang disebut NIRS (Near Infrared Reflectance Spectroscopy). Ismit mengaku pernah mendengar tentang alat yang dapat melakukan pengujian bahan baku pakan dengan cepat tersebut. ”Saya pernah mendengar secara lisan dari PT Trouw Nutrition Indonesia tentang NIRS,” kata Ismit.
Ia pun merasa tertarik untuk menggunakan alat ini, tujuannya agar dapat menghindari kecurangan dari para pemasok bahan baku pakan. ”Kalau hasil ujinya cepat keluar ya akan ketahuan curang atau tidaknya mereka,” terangnya menggebu-gebu.
Tak berbeda dengan Ismit, Heri juga mengaku pernah mendengar tentang NIRS. ”Katanya teknologi NIRS itu lebih mudah dan hasil ujinya bisa keluar lebih cepat. Meskipun begitu, katanya harganya masih terlalu mahal,” ungkap Heri polos. Infromasi yang didapat TROBOS dari berbagai sumber, diperkirakan satu unit NIRS harganya mencapai Rp 7 miliar.
Keunggulan NIRS
Keberadaan dan penggunaan alat ini sudah cukup banyak di luar negeri, namun untuk Indonesia masih terbilang anyar. Hasil uji yang cepat dan akuran menjadi keunggulan utama dari alat ini. Menurut Technical Associate PT Trouw Nutrition Indonesia, Wira Wisnu Wardani, NIRS dapat menguji bahan baku pakan secara praktis dan relatif cepat.
Ia mencontohkan, uji vitamin, bila menggunakan analisa kimia maka dapat memakan waktu sekitar 3 hari, sedangkan dengan NIRS hanya kurang dari 1 jam. Setelah hasil uji diperoleh, dilanjutkan dengan proses kalibrasi dengan mencocokkan database (kumpulan data) hasil uji yang dijadikan patokan atau standar. ”Kalibrasi itu dibutuhkan agar hasil ujinya akurat,” kata Wira.
Lebih lanjut ia menjelaskan, cara penggunaan NIRS tergolong mudah, namun untuk proses kalibrasi tidak semua orang atau perusahaan memiliki database hasil analisa kimia yang cukup banyak dan lengkap dari berbagai bahan baku pakan. ”Di Indonesia, NIRS memang belum terlalu bagi para peternak ayam yang self-mixing, sedangkan bagi pabrik pakan besar sudah banyak yang mengenal alat ini,” ungkap Wira.
Ia menambahkan,dengan kandungan bahan baku pakan dan premiks diketahui lebih akurat, maka penyusunan formulasi pakan diharapkan jadi lebih baik. ”Jika dibandingkan hanya dengan menggunakan nilai-nilai gizi dari buku teks atau standar-standar tertentu, sering kali berbeda dengan kondisi bahan baku pakan aktual yang digunakan oleh peternak,” terangnya.
Soal keunggulan NIRS juga diungkapkan oleh Business Development Manager PT Evonik Degussa Peroxide Indonesia (Evonik), Mercyawati Subianto. Ia menjelaskan, NIRS dapat memprediksi secara cepat dan akurat nilai proksimat mencakup kadar air, protein kasar, lemak, serat, abu, dan asam amino dari sampel bahan baku.
Khusus untuk asam amino, Mercyawati mengatakan, dengan tersedianya informasi asam amino yang cepat dan akurat dari uji NIRS, maka kelebihan atau kekurangan suplementasi asam amino dalam formulasi pakan dapat diminimalkan. ”Alhasil biaya dapat ditekan. Namun dengan tetap mengutamakan kebutuhan ternak agar performa yang baik tercapai,” ungkapnya.
Dengan NIRS, tambahnya, memungkinkan pemeriksaan sampel bahan baku dalam jumlah banyak bila dibandingkan dengan analisa kimia (wet chemistry analysis). Selain itu NIRS juga dapat digunakan untuk menganalisa sampel pakan jadi. ”Waktu dan biaya dapat lebih efisien,” kata Mercyawati. Meski diakuinya, harga alat NIRS ini masih relatif mahal.
Gelombang Elektromagnetik
Prinsip kerja NIRS cukup sederhana dan teknologinya sudah cukup  berkembang di luar negeri. Menurut Wira, NIRS merupakan alat yang mengadopsi sistem analisa bahan baku pakan atau pakan jadi menggunakan teknologi panjang gelombang elektromagnetik yang berkisar antara 800 – 2.500 nm.
Prinsip kerja alat ini, lanjut Wira, dimulai dengan menyalanya lampu khusus yang memancarkan gelombang elektromagnetik tertentu. Lalu gelombang tersebut ditangkap oleh sampel uji. Sebagian gelombang tersebut ada yang direfleksikan dan sebagian lagi ada yang diteruskan ke detektor untuk dibaca gelombang yang dihasilkan.
Gelombang yang dihasilkan tersebut kemudian dilakukan kalkulasi persamaan regresi. Lalu hasilnya dibandingkan dengan kurva kalibrasi atau data referensi yang didapat dengan membandingkan regresi dari analisa laboratorium atau analisa kimia. Setelah dibandingkan, hasil akhirnya disebut spektra.
”Semakin kecil jarak kalibrasinya (nilai deviasi atau simpangan secara statistik-nya kecil) antara hasil NIRS dengan hasil analisa kimia, maka hasil yang didapat semakin akurat,” urai Wira terkait prinsip kerja NIRS. Wira menambahkan, kalibrasi merupakan tahapan penting dalam proses uji dengan NIRS. Oleh karena itu, lanjutnya, proses kalibrasi harus rutin dilakukan dengan menggunakan hasil analisa kimia sebanyak mungkin untuk dijadikan database.
Ia menjelaskan, Trouw Nutrition yang merupakan bagian dari Nutreco Group didukung oleh sebanyak 119 jaringan NIRS yang 70%-nya saling terkoneksi di seluruh dunia. Juga diperkuat dengan Master Lab Nutreco atau laboratorium analisa kimia milik Nutreco, sehingga jaringan global tersebut cukup lengkap dari sisi database maupun jaringan kalibrasi.
Tidak mau kalah, Mercyawati turut menjelaskan, untuk hasil uji asam amino dari NIRS, Evonik menggunakan database asam amino dari analisa kimia sebagai referensi analisa untuk mengembangkan persamaan kalibrasi yang akurat. Akurasi dari kalibrasi NIRS asam amino dari Evonik tersebut merupakan pembeda dengan perusahaan sejenis lainnya.

Ternak Ramah Lingkungan dengan Limbah Teh

Penggunaan limbah teh hitam mampu menekan emisi gas metana pada ternak ruminansia (hewan pemamah biak) sampai 70%
Metana telah ditetapkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) yang paling berbahaya. Betapa tidak, potensi merusak lapisan ozon atmosfer dari gas CH4 ini 21 kali lebih tinggi daripada CO2 (karbondioksida) yang dilepaskan mesin-mesin dan kendaraan bermotor. Banyak kalangan menganggap, metana ini terutama dihasilkan oleh kegiatan pertanian dan peternakan (51%).
Menurut EPA National Inventory Report tahun 2009, sektor pertanian—termasuk peternakan—menyumbang 26,8% dari total emisi GRK. Sementara organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) pada 2006 menyebutkan, jumlah ternak dunia mencapai 1,7 miliar yang hidup di atas 25% lahan produktif di dunia.
Industri peternakan menyumbang 18% metana dari total emisi GRK sektor pertanian (2009). Lebih rinci, sumbangan sapi perah sebesar 3% dan sapi potong 4% terhadap total emisi GRK dunia. Berita buruknya, Indonesia—menurut protokol Kyoto—dianggap berpotensi menghasilkan total 404.000 ton metana atau setara 8.484.000 ton CO2 per tahun!
Sangat masuk akal jika peternakan dan pertanian kini menjadi salah satu tertuduh utama pemicu pemanasan global. Tuduhan itu coba ditepis Dewi Ratih Ayu Daning. Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada (Fapet UGM) itu berhasil menemukan cara menekan produksi metana dari hewan ternak. Caranya dengan defaunasi (mengurangi) protozoa yang menjadi tempat menempel bakteri metanolitik, bakteri penghasil metana.
Karena penelitian itulah Daning meraih posisi runner up Alltech Young Scientist Award 2010 yang diadakan di Lexington, Kentucky -  USA. “Menyisihkan 4.995 orang peserta dari 70 negara,” katanya saat ditemui TROBOS di Fapet UGM awal Juli lalu.
Kurangi Protozoa
Metana dalam rumen (lambung) dihasilkan oleh bakteri metanogenik. Tekniknya dengan memanfaatkan hidrogen (H2) yang dihasilkan oleh protozoa pemecah pati (amilolitik). “Itulah sebabnya bakteri metanogenetik bersimbiosis dengan cara menempel pada protozoa,” kata Daning.
Pengendalian produksi metana tidak dilakukan dengan menurunkan jumlah bakteri metanogenik, tetapi justru dengan melakukan defaunasi atau mengeliminasi protozoa mitra simbiosis bakteri itu. Logikanya, jika protozoa penghasil H2 absen dari rumen, maka bakteri metanogenik tak akan mendapat pasokan H2 untuk metabolismenya. Dengan demikian produksi metana dalam rumen akan berkurang, karena 70% metanogenesis (pembentukan metana) dilakukan oleh bakteri ini.
Daning menyebutkan, produksi gas metan di Belanda dari sapi perah rata-rata 362 g/ekor/hari, sedangkan di Jepang dari sapi perah laktasi 446,5 (l/ekor/hari), sapi potong untuk pembibitan 5,8 (l/ekor/hari), dan domba/kambing sebanyak 15,9 (l/ekor/hari). Pembentukan gas metan ini membuang 6% - 8% dari energi total pakan yang dikonsumsi ternak.
Riset Limbah Teh
Sementara itu agen defaunasi  yang sering dipergunakan adalah tanin, saponin, dan minyak ikan lemuru yang dicampurkan pada pakan ruminansia. Dalam hal ini Daning menggunakan tanin. Sumber tanin yang digunakan adalah limbah teh hitam yang berasal dari daun (bohea bulu). Bahan ini dipilih karena ketersediaannya melimpah di Indonesia.
Menurut Daning, “Pada 2008, Indonesia memproduksi 114.900 ton teh hitam. Potensi limbahnya mencapai 5 % – 10% dari itu,” kata asisten laboratorium Biokimia Nutrisi Ternak Fapet UGM ini. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-6 produsen teh terbesar dunia, 80 %-nya diolah menjadi teh hitam sebelum diekspor.
Limbah bohea bulu teh hitam menurut Daning mengandung 49,9 mg tanin per gram (± 4,9%). Tanin ini membunuh protozoa dengan cara menempel ke membran sel dan mengganggu permeabilitasnya. Dosis penggunaan tanin menurut literatur sebesar 6 mg/g pakan, dan ada yang menyatakan 0,2 mg/ml cairan rumen.
Riset dilakukan dengan metode in vitro (simulasi di laboratorium dengan cara meniru kondisi rumen) digunakan untuk memperoleh data produksi total gas, gas metan, dan kadar protein mikrobial rumen. Penggunaan bohea bulu setara dengan kandungan tanin dengan level 0, 3, 6,dan 12 mg/gram sampel pakan.
Bohea bulu yang ditambahkan pada masing-masing perlakuan adalah T1 (kontrol) = 0 g BB BK/ 30 ml medium fermentasi, T2= 0,1 g BB BK/ 30 ml medium fermentasi, T3: 0,2 g BB BK/ 30 ml medium fermentasi, dan T4: 0,3 g BK BB / 30 ml medium fermentasi. (BB BK = Bohea bulu dalam kondisi bahan kering). Medium fermentasi diambil dari cairan rumen sapi FH berfistula milik Fapet UGM, yang telah diberi larutan buffer dan dialiri gas CO2 untuk menjadikannya anaerob.
Campuran bohea bulu dalam medium fermentasi ini kemudian dicampur dengan 200 gram campuran pakan dengan rasio 70% rumput raja dan 30% bekatul padi,  kemudian dimasukkan ke dalam syringe untuk difermentasi dalam inkubator pada suhu 39oC. Produksi gas selama inkubasi 72 jam diambil sampelnya sebanyak 10 ml dengan spuit dan dimasukkan dalam vaccutainer, untuk analisis kadar gas metan menggunakan Gas Cromatography (GC). Media fermentasi disaring memakai  gooch crucible. Filtrat hasil penyaringan ini digunakan untuk penghitungan jumlah protozoa, pengukuran pH, pengukuran kadar NH3, dan pengukuran sintesis protein mikrobia. 
Efektif Turunkan Metana
Pemberian berbagai level teh hitam sebagai sumber tanin ternyata mampu menurunkan jumlah protozoa dalam syringe in vitro sebesar 27,6 %, 34,9 %, dan 72,9 % dibandingkan dengan kontrol. Penurunan jumlah protozoa ini, menurut Daning, sejalan dengan penurunan produksi gas metana sebesar 27,6 %, 62,36 %,  dan 70,61 % dibandingkan kontrol.
Produksi CH4 pada kontrol sebesar 4,57 ml/200 mg BK pakan, pada pemberian 3 mg/gram sampel pakan sebesar 3,31 ml/200 mg BK pakan, pada level tanin 6 mg/g sampel  sebesar 1,72 ml/200 mg BK pakan, dan pada level  tanin 12 mg/g sampel sebesar 1,35 ml/200 mg BK pakan.