Keterlibatan mikotoksin dalam kasus metabolik industri
perunggasan dunia ibarat suatu “siluman”, tidak kasat mata namun jelas
dalam efek yang ditimbulkannya. Kalaupun level dalam pakan dapat
dideteksi dengan uji laboratoris, namun hasil uji laboratoris tersebut
seringkali menimbulkan perdebatan yang tidak pernah tuntas. Tulisan ini
mencoba memaparkan kajian lapangan kasus mikotoksikosis pada ayam modern
dari kacamata seorang praktisi lapangan.
Sekilas tentang mikotoksin
Mikotoksin
merupakan metabolit sekunder dari beberapa jenis kapang yang tumbuh
pada biji-bijian yang kaya akan bahan nutrisi (terutama karbohidrat)
dalam kondisi lingkungan yang ideal atau optimal. Sampai saat ini telah
diidentifikasi lebih dari 400.000 jenis mikotoksin yang dapat mengancam
kehidupan manusia maupun hewan ternak, termasuk unggas.
Karakteristik fisik mikotoksin seperti tidak kasat mata (invisible), tidak berwarna (colourless), tidak berbau (odorless), serta tidak mempunyai rasa (tasteless)
merupakan kesulitan tersendiri untuk mendeteksi keberadaan mikotoksin
dalam pakan ternak. Dari sudut karakteristik kimiawi, mikotoksin
merupakan senyawa kimia yang sangat stabil, sangat tahan pada suhu yang
tinggi (>1000C), sangat tahan pada kondisi-kondisi
penyimpanan serta sangat tahan pada berbagai kondisi proses-proses dalam
pembuatan pakan ternak itu sendiri.
Ada beberapa kapang penting yang dapat menghasilkan mikotoksin dan berbahaya bagi ayam modern, yaitu:
1) Field fungi, misalnya Fusarium roseum, Fusarium graminearum, dan Fusarium culmorum. Kapang Fusarium spp umumnya menghasilkan metabolit toksin-T2 (T2-toxin).
2) Storage fungi, misalnya Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus, Penicillium viridicatum.
Kapang-kapang dari kelompok ini umumnya dapat menghasilkan metabolit
dalam bentuk aflatoksin (khususnya Aflatoksin-B1) dan okratoksin
(khususnya Okratoksin-A).
Gejala klinis problem mikotoksikosis
pada ayam modern biasanya tidak terlalu spesifik, umumnya dalam bentuk
gangguan performa atau menurunnya produktifitas ayam yang ada. Di
lapangan, kasus mikotoksikosis dapat terjadi secara akut, sub-kronis
ataupun kronis; tergantung pada level dan jumlah jenis mikotoksin dalam
pakan, lamanya ayam terpapar pada pakan yang mengandung mikotoksin serta
keberadaan faktor lain seperti cekaman stres yang dapat bertindak
sebagai faktor interaktan.
Mirip seperti pada gejala klinis,
manifestasi bedah bangkai problem mikotoksikosis di lapangan dapat
mengindikasikan kejadian sistemik, lokal atau bahkan spesifik pada organ
tubuh tertentu (organ spesific); tergantung level dan jumlah jenis
mikotoksin dalam pakan, lamanya ayam terpapar pada pakan yang mengandung
mikotoksin serta keberadaan faktor lain seperti cekaman stres yang
dapat bertindak sebagai faktor interaktan.
Hamilton (1984) adalah
toksikolog pertama yang mengatakan bahwa tidak ada batas aman cemaran
mikotoksin bagi manusia maupun hewan ternak. Hal ini terjadi akibat
adanya fenomena efek KUMULATIF dari sebagian besar mikotoksin yang
menyerang manusia dan hewan ternak. Pada kenyataan lapangan, situasi
seperti inilah yang sebenarnya sering terjadi. Dari analisa laboratoris
pakan ayam, seringkali ditemukan level mikotoksin yang relatif jauh di
bawah batas ambang (misalnya Aflatoksin-B1 <20 ppb), namun realita
ayam di lapangan sudah menunjukkan baik gejala klinis maupun gambaran
bedah bangkai yang mengarah pada kasus mikotoksikosis. Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI-Jakarta).