Sabtu, 23 April 2011

Makalah Stratifikasi Sosial


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Masyarakat manusia terdiri dari beragam kelompok-kelompok orang yang ciri-ciri pembedanya bisa berupa warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan agama atau politik, pendapatan atau pendidikan. Pembedaan ini sering kali dilakukan bahkan mungkin diperlukan. Semua manusia dilahirkan sama seperti yang selama ini kita tahu, melalui pendapat para orang-orang bijak dan orang tua kita atau bahkan orang terdekat kita. Pendapat demikian ternyata tidak lebih dari omong kosong belaka yang selalu ditanamkan kepada setiap orang entah untuk apa mereka selalu menanamkan hal ini kepada kita.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu adalah ketidaksamaan. Beberapa pendapat sosiologis  mengatakan dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan di berbagai bidang misalnya saja dalam dimensi ekonomi: sebagian anggota masyarakat mempunyai kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidupnya terjamin, sedangkan sisanya miskin dan hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Dalam dimensi yang lain misalnya kekuasaan: sebagian orang mempunyai kekuasaan, sedangkan yang lain dikuasai. Suka atau tidak suka inilah realitas masyarakat, setidaknya realitas yang hanya bisa ditangkap oleh panca indera dan kemampuan berpikir manusia. Pembedaan anggota masyarakat ini dalam sosiologi dinamakan startifikasi sosial.
Seringkali dalam pengalaman sehari-hari kita melihat fenomena sosial seperti seseorang yang tadinya mempunyai status tertentu di kemudian hari memperoleh status yang lebih tinggi dari pada status sebelumnya. Hal demikian disebut mobilitas sosial. Sistem Stratifikasi menuruf sifatnya dapat digolongkan menjadi straifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup, contoh yang disebutkan diatas tadi merupakan contoh dari stratifikasi terbuka dimana mobilitas sosial dimungkinkan.
Suatu sistem stratifikasi dinamakan tertutup manakala setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya, sedangkan dinamakan terbuka karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilitas Sosial yang disebut tadi berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial. Banyak sebab yang dapat memungkinkan individu atau kelompok berpindah status, pendidikan dan pekerjaan misalnya adalah salah satu faktor yang mungkin dapat meyebabkan perpindahan status ini.
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat sejak jaman perbudakan sampai revolusi industri hingga sekarang secara mendasar dan menyeluruh telah memperlihatakan pembagian kerja dalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka diferensiasi sosial yang tidak hanya berarti peningkatan perbedaan status secara horizontal maupun vertical. Hal ini telah menarik para perintis sosiologi awal untuk memperhatikan diferensiasi sosial, yang termasuk juga stratifikasi sosial. Perbedaan yang terlihat di dalam masyarakat ternyata juga memiliki berbagai macam implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Status yang diperoleh kemudian menjadi kunci akses kesegala macam hak-hak istimewa dalam masyarakat yang pada dasarnya hak istimewa tersebut merupakan hasil dari rampasan dan penguasaan secara paksa oleh yang satu terhadap yang lainya, mendominasi dan didominasi, yang pada akhirnya merupakan sumber dari ketidaksamaan di dalam masyarakat. Berbagai macam argumentasi pun diajukan guna menjelaskan ketidaksamaan ini yang kemudian berubah menjadi ketidakadilan.
Oleh karena itu penulis tertarik dengan mengangkat fenomena yang terjadi di lapisan masyarakat yaitu stratifikasi sosial baik yang berada di lapisan atas maupun lapisan bawah.
1.2   Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas UAS pada mata kuliah Sosiologi Pedesaan.
2. Mengetahui stratifikasi sosial yang terdapat pada peternak kambing.
3. Mengetahui dampak yang terjadi akibat adanya stratifikasi social pada peternak kambing.
4. Mengetahui peranan setiap lapisan dalam mengatasi masalah lapisan bawah.

1.3     Manfaat Penulisan
1. Memperoleh wawasan pengetahuan tentang stratifikasi sosial pada peternak kambing.
2. Mengetahui peranan peternak kambing sebagai penggerak mata pencaharian.

3. Mengetahui keadaan masyarakat pedesaan pada lapisan-lapisan yang berbeda-beda.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Per definisi, stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya  pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya: dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang dan strata rendah.  Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol -simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai baik berharga atau bernilai secara sosial , ekonomi,  politik,  hukum,  budaya maupun  dimensi lainnya dalam suatu  kelompok sosial (komunitas). Simbol -simbol  tersebut misalnya, kekayaan, pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, dan pekerjaan. Dengan kata lain, selama dalam suatu kelompok sosial (komunitas) ada sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai, dan dalam suatu kelompok sosial (komunitas) pasti ada sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula akan ada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial (komunitas) tersebut. Secara sosiologis jika dilacak ke belakang konsep  stratifikasi sosial memang kalah populer dengan istilah kelas sosial, dimana  istilah  kelas  sosial  pada awalnya  menurut diperkenalkan pertama kali oleh penguasa Romawi Kuno. Pada waktu  itu, istilah kelas sosial digunakan dalam konteks penggolongan masyarakat terhadap para pembayar pajak. Ketika itu ada dua masyarakat, yaitu masyarakat golongan kaya dan miskin(Ralf Dahrendorf ,1986).
Pada  abad ke-18,  istilah kelas  sosial digunakan oleh  ilmuwan Eropa d alam pengertian yang berbeda, yaitu digunakan dalam pengertian sebagai status sosial atau  kedudukan. Dengan  kata lain,  istilah  kelas sosial dan status sosial dianggap sama. Pada abad ke -19, istilah kelas sosial mulai digunakan dalam analisis kesenjangan sosial yang berakar dari kondisi  ekonomi  suatu masyarakat. Akhirnya sejak Marx mengajukan konsepnya tentang kelas sosial penggunaan istilah ini dibedakan dengan istilah status sosial.
Dalam studi-studi sosiologi kontemporer, istilah status sosial dikaitkan dengan  istilah peran (role), di mana kedua  istilah  tersebut memiliki hubungan yang bersifat ko-eksistensial  Misalnya, jika ada status sosial tentu akan ada peran sosial, semakin tinggi status sosial semakin banyak peran sosialnya, atau semakin tinggi status sosial semakin sedikit peran sosialnya(Beteille,1977).
Perbedaan secara tegas antara kelas sosial dan status sosial antara lain  dikemukakan Max Weber dengan mengajukan konsep tentang kelas sosial, status sosial dan partai. Menurut Weber, kelas sosial merupakan stratifikasi  sosial  yang  berkaitan dengan hubungan produksi dan penguasaaan  kekayaan. Sedangkan  status  sosial  merupakan manifestasi dari stratifikasi sosial yang berkaitan dengan prinsip yang dianut oleh komunitas dalam mengkonsumsi kekayaannya dan/atau gaya hidupnya. Partai merupakan perkumpulan sosial yang berorientasi penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi suatu tindakan sosial tertentu.
Konsep Weber tentang kelas sosial merupakan perluasan dari konsep Marx. Menurut Marx, kelas sosial merupakan himpunan orang-orang yang mem-peragakan fungsi yang sama dalam organisasi  produksi. Kelas-kelas  sosial  dalam  komunitas  dibedakan berdasarkan perbedaan posisinya dalam tatanan ekonomi, yaitu pembedaan dalam posisinya dalam penguasaan alat-alat produksi. Weber  menggunakan  istilah  kelas  sosial  dalam  pengertian  seperti  yang  digunakan Marx, dengan menambahkan dua  faktor, yaitu kemampuan  individu dan  situasi pasar. Menurut Weber: pertama, kelas merupakan himpunan manusia yang berada  dalam  situasi yang  sama kedua, kelas bukan merupakan sebuah komunitas.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1   Pengertian Dan Dimensi Stratifikasi Sosial
Menurut Aristoteles (Yunani) mengatakan didalam negara terdapat tiga unsur,yaitu mereka kaya sekali, melarat dan berada di tengah-tengahnya. Sehigga pada zaman itu ataupun sebelumnya orang sudah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.
Menurut Pitirim A.Sorokin pernah mengatakan bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Menurut Pitirim juga diantara lapisan yang atasan dan yang rendah itu, ada lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh mereka yang hendak mempelajari sistem lapisan masyarakat itu. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat, tetapi kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Mereka yang memiliki uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan, sedangkan mereka yang mempunyai kekuasaan besar mudah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan. Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi disebut social stratification.
Jadi sosial stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah (hierarkis). Selanjutnya menurut Pitirim, dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat. Dalam sistem lapisan masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan bersifat terbuka (open social stratification).
Ada  banyak  dimensi yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan  stratifikasi  sosial yang ada dalam suatu kelompok  sosial  atau komunitas  (Svalastoga,1989), misalnya: dimensi pemilikan kekayaan (diteorikan Koentjaraningrat), sehingga ada strata wong sugih dan wong cilik. Awalnya,di-mensi ini digunakan untuk melakukan identifikasi pada masyarakat Jawa, maka yang disebut pemilikan kekayaan akan ter -fokus pada simbol-simbol ekonomi yang lazim dihargai masyarakat Jawa. Misalnya, pemilikan tanah (rumah, pekarangan atau sawah).
Dimensi distribusi  sumber daya diteorikan  oleh  Gerhard  Lensky,  di mana  ada strata tuan tanah, strata petani bebas, strata pedagang, strata pegawai,  strata petani, strata pengrajin, strata pengangguran, dan strata pengemis. Dimensi  ini  pada awalnya diberlakukan pada masyarakat pra industri di mana  sistem  stratifikasi  sosialnya belum sekompleks masyarakat industri. Ada tujuh dimensi stratifikasi  sosial (diteor ikan  Bernard  Baber), yaitu: occupational  prestige, authority and power ranking, income or wealth, educational and knowledge, religious and ritual purity, kinship, ethnis group, and local community. Ketujuh dimensi ini, baik  secara  terpisah maupun  bersama-sama,  akan  bisa  membantu  dalam  mendes -kripsikan  bagaimana  susunan stratifikasi sosial suatu kelompok sosial (komunitas) dan faktor yang menjadi dasar terbentuknya stratifikasi sosial tersebut.
Samuel Huntington mengemukakan bahwa ada dimensi modernisasi untuk  menjelaskan stratifikasi sosial, yaitu: strata sosial (baru) yang mampu merealisasi aspirasinya (the new have) dan strata sosial yang tidak mampu merealisasi  aspirasinya atau mereka kalah dalam memperebutkan posisi strata dalam komunitasnya ( the  looser). Dimensi ini lebih terfokus pada stratifikasi sosial yang pembentukannya didasarkan pada berbagai simbol gaya hidup. Teorisasi Huntington  ini dalam beberapa  hal  berhimpitan  dengan  teori Leisure Class-nya  dari Thorstein Veblen.

3.2     Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apapun. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup berkelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan masyarakat, pokok-pokok sebagai berikut dapat dijadikan pedoman :
1.      Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penyelidikan.
2.      Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur antara lain:
a.       Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya;penghasilan, kekayaan, keselamatan, (kesehatan, laju angka kejahatan) wewenang dan sebagainya.
b.      Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan)
c.       Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik wewenang atau kekuasaan.
d.      Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi
e.       Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan
f.       Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki kedududkan yang sama dalam system sosial masyarakat seperti;
1)      Pola-pola interaksi-interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dan sebagainya)
2)      Kesamaan atau ketidaksamaan system kepercayaan, sikap dan nilai-nilai
3)      Kesadaran akan kedudukan masing-masing
4)      Aktivitas sebagai organ kolektif
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut :
ú  Terjadinya secara otomatis, karena factor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya : Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
ú  Terjadinya dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, Seperti Pemerintah, Partai politik, Perusahaan, Perkumpulan, Angkatan Bersenjata.
Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu.
Mobilitas sosial merupakan perubahan status individu atau kelompok dalam stratifikasi sosial.Mobilitas dapat terbagi atas mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas vertikal juga dapat terbagi dua, mobilitas vertikal intragenerasi, dan mobilitas antar generasi.
Berkaitan dengan mobilitas ini maka stratifikasi sosial memiliki dua sifat, yaitu stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup.
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa mengubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan penghasilan yang tinggi.
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.
Pada stratifikasi terbuka kemungkinan terjadinya mobilitas social cukup besar, sedangkan pada stratifikasi tertutup kemungkinan terjadinya mobilitas sosial sangat kecil.

3.3     Dasar-Dasar Pembentukan Pelapisan Sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
1. Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, kepemilikan hewan ternak seperti kambing, sapi, kerbau, lahan persawahan dan sebagainya. Orang-orang yang mempunyai hewan ternak seperti kambing, sapi, kerbau mempunyai pandangan bahwa siapa yang bisa untuk membeli hewan ternak itu adalah hanya orang-orang yang kaya atau mampu saja, bahkan dengan adanya hewan ternak tersebut si pemilik atau peternak bisa membiayai untuk kebutuhan hidupnya.

2. Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berperilaku dan berbudi luhur.
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, membuat ijazah palsu dan seterusnya.
Unsur-unsur stratifikasi :
1. Kedudukan (Status) Yaitu kedudukan sebagai tempat/posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial
2. Peranan (Role) Yaitu Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seperti peranan peternak kambing sebagai penggerak roda perekonomian yang secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Macam-Macam / Jenis-Jenis Status Sosial :
1.  Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2.  Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti
peternak kambing yang bisa menjadi sukses karena keuletan dan kegigihannya sehingga bisa mengangkat derajat kehidupannya, harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
3.  Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
Bentuk stratifikasi sosial diantaranya sebagai berikut :
§    Sistem Kasta (tertutup)
            Sistem kasta memilki karakteristik sistem kelas yang horizontal (strata) yang merefresentasikan area-area fungsional yang terdapat dalam masyarakat. Area-area tersebut meliputi religi (agama), pendidikan, pemerintahan dan bisnis. Masing-masing area kemudian disusun berdasarkan atas tingkat kepentingan fungsional dalam masyarakatnya.
§    Sistem Estate (tertutup)
            Bentuk kedua dari stratifikasi sosial adalah sistem estate yang pada dasarnya juga berdasarkan pada sistem kelas tertutup, tetapi lebih luas bila dibandingkan dengan sistem kasta. Sistem estate mencapai masa kejayaannya pada masa feodalisme di eropa dan masih digunakan oleh beberapa negara yang tetap mempertahankan sistem aristokrasi atau kepemilikan tanah secara turun temurun (feodalis Eropa). Istilah ”estate” berasal dari istilah feodal Eropa.
§    Sistem Kelas (terbuka)
            Status sosial yang mereka peroleh dari ukuran ekonomi yaitu seberapa besar kekayaan yang dipunyai. Ketiga kelas tersebut adalah kelas atas (kelas kaya), kelas bawah (kelas miskin) dan kelas yang ketiga, yang berada diantara kelas kaya dan kelas miskin tersebut yakni kelas menengah. Contoh dalam dunia peternakan seperti para peternak kambing yang terdiri dari beberapa lapisan/stratifikasi baik kelas atas maupun kelas bawah, karena rata-rata peternak kambing di pedesaan keadaan ekonominya masih jauh dari mencukupi.
3.4     Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
§    Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan, pangkat, kedudukan seseorang.
§    Sistem pertanggaan (Tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, Misalnya: Pada seorang yang menerima anugerah penghargaan gelar kebangsawanan,dsb.
§    Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah di dapat melalui kualitas pribadi keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikikan, wewenang atau kekuasaan.
§    Penentuan lambang-lambang (Simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
§    Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
§    Alat solidaritas di antara individu-individu/ kelompok yang menduduki system sosial yang sama dalam masyarakat.
Fungsi Stratifikasi Sosial di dalam bidang Peternakan : Mempermudah dalam proses penyuluhan maupun proses penggolongan, apakah itu penggolongan berdasarkan ekonomi maupun pendidikan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
1. Jadi stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah (hierarkis).
2. Fungsi Stratifikasi Sosial di dalam bidang Peternakan yakni Mempermudah dalam proses penyuluhan maupun proses penggolongan seperti penggolongan beberapa peternak kambing di lingkungan pedesaan yg umumnya memilki latar belakang pendidikan dan ekonomi yang berbeda-beda agar lebih mudah dalam melakukan sosialisasi atau penyuluhan yang dilakukan oleh dinas peternakan terkait penyuluhan mengenai pemeliharaan hewan ternaknya agar tidak terjangkit penyakit.
Saran :
1. Perlu diketahui, bahwa beberapa peternak kambing yang ada di pedesaan umumnya memiliki latar belakang pendidikan maupun ekonomi yang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan pendekatan sosialisasi yg lebih persuasif terkait penyuluhan pemeliharaan hewan ternak agar mudah dipahami dan dimengerti oleh para peternak kambing.

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers : Jakarta






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar