Untuk
kepentingan komersial, ayam kampung menuntut proses pemuliaan sehingga punya
silsilah dan bisa paten
Sementara China punya ayam lignan, Jepang punya ayam
hinai, Indonesia sampai hari ini tidak punya paten satu pun bangsa ayam lokal
untuk kebutuhan komersial. Ironis, karena negeri ini diakui dunia sebagai
pusat domestikasi ayam lokal dengan keberagaman sumber daya genetik paling
kaya.
Dijelaskan
Tike Sartike, peneliti dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor,
untuk pengembangan budidaya komersial diperlukan adanya GPS (Grand Parent
Stock). Dan untuk bisa mendapatkan GPS jenis tertentu, terlebih dahulu
harus dibuat pureline (galur murni) dari ayam lokal yang ada.
Selanjutnya dilakukan perkawinan silang antar pureline dan seleksi yang
terus menerus. Silsilah terdokumentasi semacam inilah yang belum dipunyai ayam
lokal Indonesia.
Ini salah
satu yang mendasari Tike melakukan seleksi pada ayam kampung yang beredar di
lapangan. Targetnya adalah memperbaiki tingkat produktivitas dan sifat mengeram
ayam kampung. Ayam hasil seleksi yang saat ini merupakan generasi ke-6 itu
kemudian dinamai dengan KUB (Kampung Unggul Balitnak). “Bisa dibilang ayam KUB
adalah salah satu pureline ayam kampung dengan produksi telur tinggi dan
sifat mengeramnya yang menurun,” klaim Tike. Belakangan, ayam KUB telah dibeli
lisensinya oleh PT AKI (Ayam Kampung Indonesia), dan turunannya akan
dikembangkan sebagai PS dan FS (Final Stock).
Dikatakan
Tike, ayam lokal yang berkembang di lapangan saat ini demikian tinggi ragamnya.
Maka yang harus dilakukan adalah pemurnian bangsa masing-masing melalui proses
seleksi yang konsisten dan berkelanjutan. Untuk lama waktu yang diperlukan
hingga didapat bangsa murni, menurut Tike, tergantung jumlah populasi yang ada.
“Bisa 10 – 20 tahun,” sebutnya.
GPS Ayam
Kampung
Belum dipunyainya GPS ayam kampung juga dibenarkan Ade Zulkarnain, Ketua Himpuli (Himpunan Peternak Unggas lokal Indonesia). Karena itu ia menyambut baik rencana dikembangkannya ayam KUB untuk GPS ayam kampung. Ade sempat menyatakan rasa percayanya karena perusahaan-perusahaan swasta yang mulai terjun di usaha pembibitan ayam kampung memiliki kemampuan teknologi dan pengalaman di bisnis pembibitan ayam ras. “Tinggal pemerintah menyiapkan standarisasi, verifikasi dan legalisasinya,” sambung dia.
Belum dipunyainya GPS ayam kampung juga dibenarkan Ade Zulkarnain, Ketua Himpuli (Himpunan Peternak Unggas lokal Indonesia). Karena itu ia menyambut baik rencana dikembangkannya ayam KUB untuk GPS ayam kampung. Ade sempat menyatakan rasa percayanya karena perusahaan-perusahaan swasta yang mulai terjun di usaha pembibitan ayam kampung memiliki kemampuan teknologi dan pengalaman di bisnis pembibitan ayam ras. “Tinggal pemerintah menyiapkan standarisasi, verifikasi dan legalisasinya,” sambung dia.
Sementara
itu, di Sukabumi melalui seleksi panjang, Kelompok Unggul Pusat Perbibitan Ayam
Kampung (KUPPAK) juga mengklaim telah mendapatkan generasi ke-3 (F3) ayam lokal
yang kemudian dan difungsikan sebagai indukan atau PS (Parent Stock)
untuk usaha pembibitan. Sigit Widodo, Ketua KUPPAK mengatakan, usaha
pembibitannya diarahkan untuk memproduksi DOC final stock (FS) ayam
sentul. Bersama Balitnak Ciawi, Bogor KUPPAK melakukan pemuliaan ini sejak
2005.
Pemuliaan
Menurut ahli genetika dari Universitas Padjadjaran, Bandung Asep Anang, teknologi pemuliaan tidaklah sulit tetapi mutlak dilakukan dengan konsisten. Dan untuk melakukan pemuliaan, maka langkah pertama adalah menentukan objek bibit yang ditarget. “Tujuannya akan membentuk ayam kampung pedaging atau petelur, harus jelas. Dan kemudian seleksinya terus menerus. Jadi tidak mungkin dalam waktu singkat hasilnya sudah bagus,” paparnya.
Menurut ahli genetika dari Universitas Padjadjaran, Bandung Asep Anang, teknologi pemuliaan tidaklah sulit tetapi mutlak dilakukan dengan konsisten. Dan untuk melakukan pemuliaan, maka langkah pertama adalah menentukan objek bibit yang ditarget. “Tujuannya akan membentuk ayam kampung pedaging atau petelur, harus jelas. Dan kemudian seleksinya terus menerus. Jadi tidak mungkin dalam waktu singkat hasilnya sudah bagus,” paparnya.
Berdasarkan
pengalaman Asep meriset, hasil seleksi sampai 3 generasi sudah stabil dan sudah
didapat pureline. Lebih lanjut Asep menjelaskan, dalam ilmu pemuliaan
dikenal istilah diverse line (ternak murni). Ia menyebut ayam pelung
murni, kedu murni, sentul murni sebagai contoh. Ternak murni ini memiliki
gen-gen dan karakter populasi yang khas namun masih kompleks. Diantaranya
ekspresi gen tahan penyakit, tidak mudah stres, dan masih banyak lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar