Senin, 09 Juli 2012

Memuliakan Ayam Kampung

Untuk kepentingan komersial, ayam kampung menuntut proses pemuliaan sehingga punya silsilah dan bisa paten
Sementara China punya ayam lignan, Jepang punya ayam hinai, Indonesia sampai hari ini tidak punya paten satu pun bangsa ayam lokal untuk kebutuhan komersial. Ironis, karena negeri ini  diakui dunia sebagai pusat domestikasi ayam lokal dengan keberagaman sumber daya genetik paling kaya.
Dijelaskan Tike Sartike, peneliti dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor, untuk pengembangan budidaya komersial diperlukan adanya GPS (Grand Parent Stock). Dan untuk bisa mendapatkan GPS jenis tertentu, terlebih dahulu harus dibuat pureline (galur murni) dari ayam lokal yang ada. Selanjutnya dilakukan perkawinan silang antar pureline dan seleksi yang terus menerus. Silsilah terdokumentasi semacam inilah yang belum dipunyai ayam lokal Indonesia.
Ini salah satu yang mendasari Tike melakukan seleksi pada ayam kampung yang beredar di lapangan. Targetnya adalah memperbaiki tingkat produktivitas dan sifat mengeram ayam kampung. Ayam hasil seleksi yang saat ini merupakan generasi ke-6 itu kemudian dinamai dengan KUB (Kampung Unggul Balitnak). “Bisa dibilang ayam KUB adalah salah satu pureline ayam kampung dengan produksi telur tinggi dan sifat mengeramnya yang menurun,” klaim Tike. Belakangan, ayam KUB telah dibeli lisensinya oleh PT AKI (Ayam Kampung Indonesia), dan turunannya akan dikembangkan sebagai PS dan FS (Final Stock).
Dikatakan Tike, ayam lokal yang berkembang di lapangan saat ini demikian tinggi ragamnya. Maka yang harus dilakukan adalah pemurnian bangsa masing-masing melalui proses seleksi yang konsisten dan berkelanjutan. Untuk lama waktu yang diperlukan hingga didapat bangsa murni, menurut Tike, tergantung jumlah populasi yang ada. “Bisa 10 – 20 tahun,” sebutnya.
GPS Ayam Kampung
Belum dipunyainya GPS ayam kampung juga dibenarkan Ade Zulkarnain, Ketua Himpuli (Himpunan Peternak Unggas lokal Indonesia). Karena itu ia menyambut baik rencana dikembangkannya ayam KUB untuk GPS ayam kampung. Ade sempat menyatakan rasa percayanya karena perusahaan-perusahaan swasta yang mulai terjun di usaha pembibitan ayam kampung memiliki kemampuan teknologi dan pengalaman di bisnis pembibitan ayam ras. “Tinggal pemerintah menyiapkan standarisasi, verifikasi dan legalisasinya,” sambung dia.
Sementara itu, di Sukabumi melalui seleksi panjang, Kelompok Unggul Pusat Perbibitan Ayam Kampung (KUPPAK) juga mengklaim telah mendapatkan generasi ke-3 (F3) ayam lokal yang kemudian dan difungsikan sebagai indukan atau PS (Parent Stock) untuk usaha pembibitan. Sigit Widodo, Ketua KUPPAK mengatakan, usaha pembibitannya diarahkan untuk memproduksi DOC final stock (FS) ayam sentul. Bersama Balitnak Ciawi, Bogor KUPPAK melakukan pemuliaan ini sejak 2005.
Pemuliaan
Menurut ahli genetika dari Universitas Padjadjaran, Bandung  Asep Anang, teknologi pemuliaan tidaklah sulit tetapi mutlak dilakukan dengan konsisten. Dan untuk melakukan pemuliaan, maka langkah pertama adalah menentukan objek bibit yang ditarget. “Tujuannya akan membentuk ayam kampung pedaging atau petelur, harus jelas. Dan kemudian seleksinya terus menerus. Jadi tidak mungkin dalam waktu singkat hasilnya sudah bagus,” paparnya.
Berdasarkan pengalaman Asep meriset, hasil seleksi sampai 3 generasi sudah stabil dan sudah didapat pureline. Lebih lanjut Asep menjelaskan, dalam ilmu pemuliaan dikenal istilah diverse line (ternak murni). Ia menyebut ayam pelung murni, kedu murni, sentul murni sebagai contoh. Ternak murni ini memiliki gen-gen dan karakter populasi yang khas namun masih kompleks. Diantaranya ekspresi gen tahan penyakit, tidak mudah stres, dan masih banyak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar