Selasa, 11 September 2012

Energi dan Kecernaan Protein Ransum


poultryindonesia.com, Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak lama peternak/peracik ransum menggunakan dua jenis data/kriteria dalam menilai kualitas nutrisi pakan (ransum atau bahan pakan) untuk ayam, yakni energi (metabolizable energy/ME) dan protein.
Nilai ME memberikan gambaran potensi pakan memenuhi kebutuhan energi ternak untuk hidup pokok dan produksi. Sementara itu, nilai protein kasar memberikan informasi awal potensi pakan memenuhi kebutuhan protein ternak, tidak hanya kebutuhan dasar (perbaikan sel/jaringan tubuh) tetapi juga produksi (daging dan telur).
Bisa dipastikan bila ME dan protein ransum hanya cukup untuk hidup pokok maka pertumbuhan ternak akan terlambat bahkan stagnan, demikian juga produksi ternak akan menurun bahkan berhenti. Riset membuktikan bahwa ayam cenderung makan lebih banyak bila kandungan ME ransum rendah (dan begitu sebaliknya) sehingga besar-kecilnya konsumsi energi akan menentukan asupan zat makanan keseluruhan, termasuk protein. Oleh sebab itu rasio protein terhadap ME sering menjadi ukuran keseimbangan nutrisi ransum. Di kalangan industri, formulasi ransum unggas sudah mulai menggunakan data protein dan asam amino tercerna. Pengunaan data ini memang lebih realistis dari pada data protein (dan asam amino) total, namun data tersebut sulit diakses oleh peracik ransum mandiri. Tulisan ini mengulas keunggulan setiap tipe data (protein kasar vs. protein atau asam amino yang dapat dicerna) dan tolok ukur kecernaan protein pakan.
Mengukur nilai ME dan protein pakan
Salah satu cara yang paling terkenal dalam penentuan nilai ME pakan adalah menggunakan metode Sibbald (1976), yakni mencekokkan pakan (mis: 30 g = 0,03 kg) kepada ayam percobaan (jantan dewasa) dan menampung ekskretanya selama 24-48 jam. Selanjutnya, nilai energi bruto (Gross Energy/GE) pakan dan ekskreta diukur menggunakan alat Bomb Calorimeter. Selain GE, nilai nitrogen (N) pakan dan ekskreta juga perlu dianalisis untuk menghitung ME pakan. Nilai ME pakan (satuan: kkal/kg) dihitung dari selisih GE pakan yang dikonsumsi dengan GE ekskreta, lalu hasilnya dibagi dengan jumlah pakan yang diberikan. Bila nilai ME ini dikoreksi dengan energi N yang tertahan dalam tubuh ayam (retensi), yakni 8,22 kkal per gram N retensi (Hill dan Anderson, 1958), maka nilai ME koreksi (MEn) dihitung sbb:
Penentuan nilai ME ataupun MEn pakan di atas adalah nilai energi semu. Nilai yang lebih ril/sejati sebenarnya dapat dilakukan dengan mengumpulkan isi (digesta) usus halus (ileum) sebagai pengganti ekskreta (dalam hal ini ayam harus dipotong), dianalisis GE dan N nya, lalu dihitung ME nya menggunakan rumus di atas. Jika nilai energi sejati yang mau diukur, baik melalui penampungan ekskreta ataupun digesta, maka rumus di atas harus dikoreksi dengan nilai energi N retensi dari ayam yang tidak diberi makan (puasa) selama 24-48 jam.
Mengukur kandungan dan kecernaan protein pakan        
Metode Kjeldahl adalah salah satu cara kimia penentuan kadar protein pakan, dan unsur yang dianalisis sebagai representasi protein adalah N. Hasil kali nilai N dengan faktor 6,25 adalah nilai protein pakan. Mengingat tidak semua senyawa N adalah protein maka kadar protein hasil analisis dan perhitungan disebut sebagai protein kasar (PK). Nilai PK suatu pakan masih sangat kuantitatif dan belum secara kualitatif mencerminkan kecernaan protein pakan. Tingginya kadar PK pakan juga belum menjamin tingginya kecernaan protein dan asam amino.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar