poultryindonesia.com, Tidak
dapat dipungkiri bahwa sejak lama peternak/peracik ransum menggunakan dua jenis
data/kriteria dalam menilai kualitas nutrisi pakan (ransum atau bahan pakan)
untuk ayam, yakni energi (metabolizable energy/ME) dan protein.
Nilai ME memberikan gambaran potensi pakan memenuhi kebutuhan energi ternak
untuk hidup pokok dan produksi. Sementara itu, nilai protein kasar memberikan
informasi awal potensi pakan memenuhi kebutuhan protein ternak, tidak hanya
kebutuhan dasar (perbaikan sel/jaringan tubuh) tetapi juga produksi (daging dan
telur).
Bisa dipastikan bila ME dan protein ransum hanya cukup untuk hidup pokok
maka pertumbuhan ternak akan terlambat bahkan stagnan, demikian juga produksi
ternak akan menurun bahkan berhenti. Riset membuktikan bahwa ayam cenderung
makan lebih banyak bila kandungan ME ransum rendah (dan begitu sebaliknya)
sehingga besar-kecilnya konsumsi energi akan menentukan asupan zat makanan
keseluruhan, termasuk protein. Oleh sebab itu rasio protein terhadap ME sering
menjadi ukuran keseimbangan nutrisi ransum. Di kalangan industri, formulasi
ransum unggas sudah mulai menggunakan data protein dan asam amino tercerna.
Pengunaan data ini memang lebih realistis dari pada data protein (dan asam
amino) total, namun data tersebut sulit diakses oleh peracik ransum mandiri. Tulisan
ini mengulas keunggulan setiap tipe data (protein kasar vs. protein atau asam
amino yang dapat dicerna) dan tolok ukur kecernaan protein pakan.
Mengukur nilai ME dan protein pakan
Salah satu cara yang paling terkenal dalam penentuan nilai ME pakan adalah
menggunakan metode Sibbald (1976), yakni mencekokkan pakan (mis: 30 g
= 0,03 kg) kepada ayam percobaan (jantan dewasa) dan menampung ekskretanya
selama 24-48 jam. Selanjutnya, nilai energi bruto (Gross Energy/GE)
pakan dan ekskreta diukur menggunakan alat Bomb Calorimeter. Selain
GE, nilai nitrogen (N) pakan dan ekskreta juga perlu dianalisis untuk
menghitung ME pakan. Nilai ME pakan (satuan: kkal/kg) dihitung dari
selisih GE pakan yang dikonsumsi dengan GE ekskreta, lalu hasilnya dibagi
dengan jumlah pakan yang diberikan. Bila nilai ME ini dikoreksi dengan energi N
yang tertahan dalam tubuh ayam (retensi), yakni 8,22 kkal per gram N retensi (Hill
dan Anderson, 1958), maka nilai ME koreksi (MEn) dihitung sbb:
Penentuan nilai ME ataupun MEn pakan di atas adalah nilai energi
semu. Nilai yang lebih ril/sejati sebenarnya dapat dilakukan dengan
mengumpulkan isi (digesta) usus halus (ileum) sebagai pengganti ekskreta (dalam
hal ini ayam harus dipotong), dianalisis GE dan N nya, lalu dihitung ME nya
menggunakan rumus di atas. Jika nilai energi sejati yang mau diukur,
baik melalui penampungan ekskreta ataupun digesta, maka rumus di atas harus
dikoreksi dengan nilai energi N retensi dari ayam yang tidak diberi makan
(puasa) selama 24-48 jam.
Mengukur kandungan dan kecernaan protein pakan
Metode Kjeldahl adalah salah satu cara kimia penentuan kadar
protein pakan, dan unsur yang dianalisis sebagai representasi protein adalah N.
Hasil kali nilai N dengan faktor 6,25 adalah nilai protein pakan. Mengingat
tidak semua senyawa N adalah protein maka kadar protein hasil analisis dan
perhitungan disebut sebagai protein kasar (PK). Nilai PK suatu pakan masih
sangat kuantitatif dan belum secara kualitatif mencerminkan kecernaan protein
pakan. Tingginya kadar PK pakan juga belum menjamin tingginya kecernaan protein
dan asam amino.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar